Rabu, 14 Januari 2015



3.TEORI BELAJAR HUMANISTIK, TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, DAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK.

TEORI BELAJAR HUMANISTIK
A.      Akar Gerakan Humanistik
Teori belajar dan pendidikan humanistik diawali oleh munculnya gerakan para peserta  didik pada tahun 1990an karena mereka  tidak menyukai terhadap proses dan hasil pendidikan di Amerika Serikat yang telah mereka peroleh.Gerakan yang disampaikan itu merupakan respon atas ketidakpuasan atas kompetisi,tekanan,kehidupan yang selalu diawasi,dan ketidaksesuaian apa yang mereka pelajari dengan apa yang mereka amati ketika belajar disekolah. Gerakan itu dipelopori oleh Neill,John Holt,JonathanKozol,dan Paul Goodman. Gerakan itu juga memunculkan nama-nama gerakan pendidikan baru dengan berbagai sebutan seperti romantisme, sistem pendidikan alternatif,dan pendidikan humanistik.
Hasil belajar dalam pandangan humanistik adalah kemampuan peserta didik mengambil tanggung jawab dalam menentukan apa yang dipelajari dan menjadi individu yang mampu mengarahkan diri sendiri (self-directing ) dan mandiri (independent ). Disamping itu pendekatan humanistik memandang  pentingnya penekanan pendidikan dibidang kreativitas,minat terhadap seni, dan hasrat ingin tahu. Oleh karena itu pendekatan humanistik kurang menekankan pada kurikulum standar, perencanaan pembelajaran,ujian,sertifikasi pendidik,dan kewajiban hadir disekolah.
Pendidikan humanistik selalu memelihara kebebasan peserta didik untuk tumbuh dan melindungi peserta didik dari tekanan keluarga dan masyarakat. Demikian pula hasil belajar yang berkaitan dengan perkembangan social emosional lebih penting dibandingkan dengan hasil pendidikan yang bersifat akademik. Oleh karena itu apabila kondisi pendidikan itu dapat terjadi,maka peserta didik akan menjadi  pembelajaran searah (self-directed learners) dan proses belajar akan menjadi sangat bermakna bagi peserta didik.
B.      Pandangan Abraham Maslow
Abraham Maslow adalah tokoh gerakan psikologi humanistik di Amerika. Walaupun memperoleh pendidikan di kalangan kaum behafioristik , Maslow mampu mengembangkan pandangan yang komprehensif tentang  perilaku manusia. Kontribusi  yang diberikan Maslow adalah motivasi,aktualisasi diri,dan pengalaman puncak yang memiliki dampak terhadap kegiatan belajar.
Maslow menyampaikan teori motivasi manusia berdasarkan pada hierarkhi kebutuhan. Kebutuhan pada tingkat yang paling rendah adalah kebutuhan fisik (physiological needs ),seperti rasa lapar dan haus,dan harus dipenuhi sebelum individu dapat memenuhi kebutuhan akan rasa aman (safety needs). Kebutuhan yang ketiga adalah kebutuhan menjadi milik dan dicintai (sense of belongingness and love ), kemudian kebutuhan penghargaan (esteem needs),yakni merasa bermanfaat dan hidupnya berharga, dan akhirnya kebutuhan aktualisasi diri itu termanifestasi didalam keinginan untuk memenuhi sendiri (self-fulfullment),untuk menjadi diri sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Dalam pandangan Maslow,tujuan pendidikan adalah aktualisasi diri,atau membantu individu menjadi yang terbaik sehingga mereka mampu menjadi yang terbaik. Pendidik hendaknya menjadikan kegiatan belajar itu berasal dari dalam diri individu,yakni,belajar berada pada diri manusia pada umumnya ,dan,kedua,belajar menjadi manusia tertentu. Proses pendidikan hendaknya memberikan pengalaman puncak agar terjadi belajar dan pemahaman. Tujuan pendidikan disemua jenjang hendaknya bersifat menemukan identitas dan kecakapan. Menemukan identitas diri berarti menemukan karier diri sendiri.
C.      Pandangan Carl Rogers
Dalam teori diri sendiri (self), Rogers menyampaikan tiga unsur pokok pada diri individu,yaitu: (a) organisme,yakni orang secara penuh ,(b) medan fenomena,yakni totalitas pengalaman,dan (c) diri sendiri,yakni,bagian dari medan yang terdeferensiasi. Diri sendiri memiliki karakteristik tertentu, mencakup upaya memperoleh konsistensi,dan perubahan sebagai hasil dari kematangan dari belajar. Rogers menyatakan adanya diri sendiri yang ideal dan diri sendiri yang nyata dimana orang itu akan berada. Kesenjangan antara keduanya dapat menjadi stimulus belajar dan potensi perilaku yang memunculkan tekanan tidak sehat.
Rogers mendiskripsikan proses belajar yang terdiri atas dorongan kearah aktualisasi diri secara penuh. Ada kontinum makna yang terdapat didalam belajar yang berentangan dari hafalan yang tidak ada artinya dan tidak bermakna sampai pada belajar eksperiental,bermakna, dan signifikan. Rogers menggambarkan kualitas belajar eksperiental dalam mengembangkan individu yang berfungsi secara penuh sebagai berikut :
a.       Keterlibatan personal, yakni aspek-aspek kognitif dan afektif individu harus terlibat di dalam peristiwa belajar.
b.      Prakarsa diri, yakni menemukan kebutuhan yang berasal dari dalam diri.
c.       Pervasif,yakni belajar memiliki dampak terhadap perilaku,sikap,atau kepribadian diri.
d.      Evaluasi diri, yakni individu dapat mengevaluasi diri jika pengalamannya memenuhi kebutuhannya
e.      Esensi adalah, makna,yakni apabila terjadi belajar eksperiental,maknanya menjadi terpadu dengan pengalamannya secara total.

D.      Prinsip-prinsip Belajar
Ada beberapa asumsi yang mendasari pendekatan humanistik dalam pendidikan. Pertama, peserta didik mempelajari apa yang mereka butuhkan dan ingin diketahui. Kedua, belajar tentang cara-cara belajar adalah lebih penting dibandingkan dengan memperoleh pengetahuan aktual. Ketiga, evaluasi yang dilakukan oleh peserta didik sendiri adalah sangat bermanfaat dari pekerjaannya. Keempat, perasaan adalah sama pentingnya dengan fakta,dan belajar merasakan adalah sama pentingnya dengan belajar cara-cara berpikir.kelima, belajar akan terjadi apabila peserta didik tidak merasakan adanya ancaman.
1.       Swa Arah (self-direction)
Prinsip swa arah menyatakan bahwa sekolah hendaknya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memutuskan bahan belajar yang ingin dipelajari. Bahan belajar yang ingin dipelajari peserta didik adalah yang memenuhi kebutuhan,keinginan,hasrat ingin tahu,dan fantasinya. Prinsip ini lebih menekankan pada motivasi intrinsic,dorongan dari dalam untuk bereksplorasi,dan hasrat ingin tahu yang timbul dari dalam diri sendiri.
2.       Belajar tentang Cara-cara Belajar (learning how to learn)
Prinsip kedua dalam humanistik adalah bahwa sekolah hendaknya menghasilkan anak-anak yang secara terus-menerus menumbuhkan keinginannya untuk belajar dan mengetahui cara-cara belajar. Pengetahuan anak yang diperoleh dari orang lain adalah kurang berharga. Bagi anak-anak,apa yang dipelajari tidak membuat kenyataan itu berbeda,selama anak-anak itu ingin mempelajarinya.Tugas sekolah adalah membuat anak ingin belajar dengan tujuan yang eksplesit.Para pendidik humanistic memiliki keyakinan bahwa tujuan akhir pendidikan adalah mengubah batas-batas yang menjadi pendorong individu untuk mendidik diri sendri.
2.       Evaluasi Diri ( self-evaluation)
Prinsip ini menyatakan bahwa evaluasi diri adalah sangat diharapkan oleh peserta didik. Evaluasi diri merupakan persyaratan bagi perkembangan kemandirian peserta didik. Evaluasi yang dilakukan oleh sekolah atau pendidik yang diakhiri dengan kenaikan kelas dan kelulusan dipandang sebagai tindaakan yang mengganggu aktivitas belajar peserta didik.
3.       Pentingnya perasaan ( important of feelings)
Pendekatan humanistik  tidak membedakan domain kognitif dan afektif dalam belajar,dalam arti kedua domain itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.dalam praktik pembelajaran ada kecenderungan pendidik lebih terkonsentrasi pada domain kognitif dan melupakan domain afektif. Dalam pandangan humanistik, domain afektif sama pentingnya dengan domain kognitif, sehingga keduanya tidak boleh dipisahkan.
4.       Bebas dari ancaman (freedom of threat)
Belajar akan lenbih mudah,lebih bermakna, dan lebih diperkuat apabila belajar itu terjadi dalam suasana yang bebas dari ancaman. Pendidikan yang berlangsung selama ini dipandang pleh para pakar humanistik sebagai tempat  yang  tidak menghargai peserta didik,menjijikkan,membuat malu peserta didik,dan mengancam identitas social peserta didik.Persoalan utamanya adalah peserta didik selalu dikendalikan dan dievaluasi oleh sekolah dan pendidik,mereka tidak memiliki pilihan untuk memilih bahan belajar,dan tidak ada kesempatan memiliki kegiatan belajar dengan gaya belajarnya sendiri. Berbagai persoalan itu akan menjadi ancaman pembelajaran yang pada gilirannya akan mengganggu belajarnya.






TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
A.      Pandangan tentang Belajar
Belajar merupakan proses perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang dimaksud dapat berwujud perubahan perilaku yang tampak (over behavior) atau perilaku yang tidak tampak (innert behavior). Perilaku yang tampak,misalnya:menulis,memukul,menendang,sedangkan perilaku yang tidak tampak, misalnya: berfikir,bernalar,dan berkhayal. Perubahan perilaku yang diperoleh dari hasil belajar bersifat permanen;dalam arti bahwa perubahan perilaku akan bertahan dalam waktu relative lama,sehingga pada perubahan perilaku akan bertahan dalam waktu relative lama,sehingga pada suatu waktu perilaku tersebut dapat digunakan untuk merespon stimulus yang sama.
Aspek penting yang dikemukakan oleh aliran behavioristik dalam belajar adalah hasil belajar (perubahan perilaku) itu tidak disebabkan oleh kemampuan internal manusia(insight),tetapi karena faktor stimulus yang menimbulkan respons.untuk itu, agar aktivitas belajar siswa di kelas dapat mencapai hasil belajar yang optimal,maka stimulus harus dirancang sedemikian rupa(menarik dan spesifik) sehingga mudah direspons oleh siswa.oleh karena itu siswa akan memperoleh hasil belajar, apabila dapat mencari hubungan antara stimulus (S) dan respons (R) tersebut.
B.      Teori Belajar Classical Conditioning
Teori belajar classical conditioning dikembangkan oleh Ivan Pavlov (1849-1936) seorang psikolog rusia. Pavlov mempelajari bagaimana anjing percobaannya menjadi terkondisi untuk berliur walau tanpa diberi makanan.sebagai binatang percobaan,anjing dioperasi kelenjar air liurnya, sehingga bila anjing mengeluarkan air liurnya,air liur tersebut dapat diobservasi. Menurut Pavlov,apabila anjing melihat air liur karena makanan,respons ini bersifat alamiah.disebut rspon alami karena respons itu tidak berkondisi (unconditioned response) dan stimulusnya juga disebut stimulus alamiI.
C.      Teori Operant Conditioning
Teori operant conditioning dikembangkan oleh Burr Federic Skinner(1904-1990). Skinner  memandang manusia sebagai mesin. Seperti mesin lainnya, manusia bertindak secara teratur dan dapat diramalkan responsnya terhadap stimulus yang dating dari luar. Dalam mengkaji tentang belajar ,Skinner memiliki pandangan yang berbeda dengan Pavlov.
 Pavlov mempelajari tentang classical conditioning yang berkaitan dengan gerak refleks,sedangkan Skinner mempelajari gerak non refleks  atau perilaku yang disengaja.
D.      Modeling dan Observationnal Learning
Menurut Bandura, teori belajar operant conditioning yang dikembangkan oleh Skinner menekankan  pada efek dari konsekuensi perilaku,dan tidak memandang pentingnya modeling,yakni meniru perilaku orang lain dan pengalaman yang dialami oleh orang lain,atau meniru keberhasilan atau kegagalan dari orang lain. Dinyatakan pula bahwa belajar pada diri individu tidak dibentuk oleh konsekuensi atas perilaku yang ditampilkan, tetapi belajar secara langsung dari model. Bandura mengembangkan empat tahap melalui pengamatan atau modeling,yaitu:perhatian,retensi,reproduksi,motivasional.
·         Tahap pertama,individu memperhatikan model yang menarik,berhasil,atraktif dan popular.
·         Tahap retensi, guru telah memperoleh perhatian dari siswa,guru memodelkan perilaku yang akan ditiru oleh siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikannya.
·         Tahap reproduksi, siswa mencoba menyesuaikan diri dengan perilaku model.
·         Tahap motivasional,siswa akan menirukan model karena merasakan bahwa melakukan yang baik akan meningkatkan kesempatan untuk memperoleh penguatan.

E.       Teori Koneksionisme
Edward Thorndike mengembangkan teori koneksionisme di Amerika Serikat(1874-1949). Menurut Thorndike,koneksi(connection) merupakan asosiasi antara kesan-kesan penginderaan dengan dorongan untuk bertindak,yakni upaya untuk menggabungkan antara kejadian penginderaan dengan perilaku. Dalam hal ini Thorndike menitik beratkan pada aspek fungsional dan perilaku,yaitu bahwa proses mental dan perilaku orgasme berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
F.       Teori Belajar Conditioning
Guthrine adalah seorang behaviorisme, yang hidup pada tahun 1886-1959. Ia menyatakan bahwa semua belajar dapat diterangkan dengan satu prinsip,yaitu prinsip asosiasi. Belajar merupakan satu upaya untuk menentukan hokum-hukum,bagaimana stimulus dan respons itu membentuk asosiasi (dalam otak),maka kedua kejadian itu harus terjadi pada waktu dan tempat yang kira-kira sama ( memiliki keterdekatan ) .
individu akan merespons stimulus yang dating dari luar,apabila stimulus tersebut memiliki asosiasi dengan responsnya.ini terjadi karena individu tidak mampu untuk menghadapi banyaknya stimulus yang dating kepadanya.
Pendapat Guthrie yang menyatakan bahwa respons dapat menimbulkan stimuli untuk respons berikutnya,sangat populer dikalangan para ahli psikologi belajar. Menurut Guthrie, perilaku manusia merupakan deretan perilaku yang terdiri atas unit-unit reaksi atau respons dari stimulus sebelumnya. Respons pada suatu stimulus tersebut menjadi stimulus baru dan menimbulkan respons pada unit perilaku berikutnya. Dengan kata lain,stimulus memperoleh respons, kemudian respons tersebut menjadi stimulus baru dan memperoleh respons baru, begitu seterusnya. Deretan dari stimulus-respons itu merupakan perwujudan dari unit-unit perilaku yang pada akhirnya menjadi urutan unit-unit perilaku. Untuk memperkuat asosiasi antara unit perilaku satu dengan unit perilaku berikutnya, diperlukan latihan atau pengulangan, agar tidak terjadi kehilangan mata rantai suatu unit perilaku dalam deretan perilaku.
G. Prinsip-Prinsip Belajar
1. Penguatan  ( reinforcement )
Eksperimen yang dilakukan Skinner  dengan menggunakan tikus atau burung merpati , melahirkan prinsip-prinsip belajar. Sebagai seorang behaviorisme , Skinner menyatakan bahwa, perilaku akan berubah sesui dengan konsekuensi yang diperolehnya. Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku dan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku.
2. Hukuman  ( punishment )
Skinner menyatakan bahwa hadiah (reward) lebih efektif dari pada hukuman (punishment) Dalam kegiatan belajar , pemberian hadiah lebih efektif dalam mengubah perilaku seseorang dari pada hukuman. Oleh karena itu memberikan hukuman untuk memperlemah perilaku hendaknya diterapkan secara bijak. Hukuman yang diberikan oleh seorang guru sebetulnya tidak akan menghilangkan perilaku, karena hukuman hanya dapat melatih seseorang berbuat tentang apa yang tidak boleh dilakukan,dan tidak melatih seseorang apa yang harus dilakukan. Hukuman dapat menyebabkan seseorang mengaitkan hukuman dengan orang yang menghukum,bukan dengan perilakunya. Banyak orang tua,guru atau hakim memiliki pandangan yang salah tentang hukuman.

3. Kesegaran pemberian penguatan
Penguatan yang diberikan segera setelah perilaku muncul,akan menimbulkan efek terhadap perilaku yang jauh lebih baik, dibandingkan dengan pemberian penguatan yang diulur-ulur waktunya. Kedekatan pemberian penguatan ini merupakan bentuk balikan segera yang dapat menimbulkan kepuasan kepada setiap orang setelah berhasil melaksanakan tugas. Balikan segera yang diberikan kepada seseorang setidak-tidaknya memiliki dua tujuan,yaitu : (a) dapat membuat kejelasan hubungan antara perilaku dengan konsekuensi,dan (b) dapat meningkatkan nilai informasi terhadap Balkan itu sendiri.
4. Jadual pemberian penguatan ( schedule of reinforcement )
Penguatan dapat diberikan scara terus-menerus atau berantara. Jika setiap respons diikuti dengan penguatan,maka tindakan ini dinamakan pemberian penguatan secara terus-menerus. Sebaliknya, jika sebagian respons yang mendapatkan penguatan, maka tindakan ini dinamakan pemberian penguatan secara berantara ( intermittent reinforcement ). Variasi lain dari jadual pemberian penguatan yang dilakukan oleh guru dapat berbentuk perbandingan tetap (fixed-ratio) atau jarak waktu berubah ( variable-interval).
5.       Peranan stimulus terhadap perilaku 
Penguatan yang diberikan setelah munculnya suatu perilaku sangat berpengaruh terhadap perilaku. Demikian pula stimulus yang mendahului perilaku,disebut juga anteseden perilaku, memegang peranan penting. Ada beberapa stimulus yang mempengaruhi perilaku,yaitu:petunjuk,diskriminasi,dan generalisasi.
·         Petunjuk , Petunjuk dinamakan stimulus anteseden karena akan memberikan informasi kepada setiap orang mengenai perilaku apa yang akan memperoleh hadiah dan perilaku apa yang akan mendapat hukuman.
·         Diskriminasi, Setiap individu telah belajar membedakan tentang kapan sebaliknya mengajukan pertanyaan, dan kapan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Diskriminasi dilakukan dengan cara menggunakan petunjuk tanda,atau informasi untuk mengetahui kapan suatu perilaku akan memperoleh penguatan.
·         Generalisasi , Generalisasi pada setiap orang tidak dapat berlangsung begitu saja.agar generalisasi itu terjadi pada individu ,maka generalisasi itu harus direncanakan.

TEORI BELAJAR KONTRUKTIVISTIK
A.      Pembelajaran Konstruktivistik
1.       Pengertian
Konstruktivistik merupakan teori psikologi tentang pengetahuan yang menyatakan bahwa manusia membangun dan memaknai pengetahuan dari pengalamannya sendiri. Teori ini dikembangkan oleh Seymour Papert. Pada mulanya pandangan konstruktivistik kurang memperoleh perhatian,karena adanya persepsi bahwa anak yang sedang bermain dipandang tidak memiliki tujuan apapun. Piaget tidak percaya akan pandangan tersebut, dan memandangnya bahwa bermain adalah penting dan menjadi bagian penting dari perkembangan anak. Dewasa ini teori konstruktivistik berpengaruh sangat luas dalam pendidikan modern.Esensi pembelajaran konstruktivistik adalah peserta didik secara individu menemukan dan mentransfer informasi yang kompleks apabila menghendaki informasi itu menjadi miliknya.
Pembentukan teori konstruktivistik pada umumnya dikaitkan dengan Jean Piaget, yang mengartikulasikan mekanisme internalisasi pengetahuan pada peserta didik. Penting untuk diperhatikan bahwa konstruktivistik merupakan teori yang menggambarkan bagaimana belajar itu terjaadi pada individu,berkenaan dengan apakah peserta didik itu menggunakan pengalamannya untuk memahami pelajaran atau mengikuti pembelajaran dalam membuat suatu model. Dalam hal ini, teori konstruktivistik menyatakan bahwa peserta didik membangun pengetahuan diluar pengalamannya. Konstruktivistik seringkali dikaitkan dengan pendekatan pendidikan yang meningkatkan kegiatan belajar aktif atau kegiatan belajar sambil belajar
2.       Asumsi Pembelajaran

A.      Hakikat peserta didik
1.       Peserta didik adalah individu yang bersifat unik
Konstruktivisme sosial memandang setiap peserta didik sebagai individu yang bersifat unik,dan mereka memiliki latar belakang dan kebutuhan yang unik pula.peserta didik juga dipandang sebagai individu yang kompleks dan multidimensional.

2.       Latar belakang dan kebudayaan peserta didik
Konstruktivistiksosial mendorong peserta didik menghadirkan versi kebenarannya sendiri,dan hal ini karena dipengaruhi oleh latar belakang,kebudayaan atau pandangan tentang dunianya sendiri. Sistem simbolik dan perkembangan historic,seperti bahasa,logika,dan system matematika,semuanya diwarisi oleh peserta didik sebagai anggota kebudayaan dan dipelajari melalui kehidupan peserta didik.
3.       Tanggung jawab belajar
Peserta didik dalam proses pembelajaran perlu didorong untuk memiliki tanggung jawab elajarnya sendiri. Oleh karena itu konstruktivistik sosial menekankan pentingnya peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Von Glaserfeld (1989) menyatakan tentang pentingnya peserta didik membantu pemahamannya sendiri dan tidak sekedar merefleksikan bahan belajar yang telah mereka pelajari.
4.       Motivasi belajar
Motivasi belajar adalah tergantung pada keyakinan peserta didik terhadap potensi belajarnya. Perasaan mampu  dan keyakinan akan potensinya dalam memecahkan masalah baru, diperoleh dari pengalaman penguasaan masalah masa lalu dan lebih banyak diperkuat dibandingkan dengan motivasi dan pengakuan dari luar.


B.      Peranan pendidik
sesuai dengan pendekatan konstruktivistik, pendidik harus menyesuaikan diri dengan peserta didik dengan peran sebagai fasilitator dan bukan sebagain pendidik. Tugas pendidik  adalah berceramah tentang pelajaran yang diajarkan,sedangkan tugas fasilitator adalah membantu peserta didik memperoleh pemahaman tentang isi pelajaran. Apabila pendidik itu sebagai pendidik,maka peserta didik memainkan peran pasif,sedangkan jika sebagai fasilitator, peserta didik memainkan proses aktif dalam proses belajar.


C.      Hakekat Proses belajar
1. Belajar merupakan proses sosial dan aktif
Pandangan pakar konstruktivistik social memandang belajar sebagai proses aktif dimana peserta didik belajar menemukan prinsip,konsep,dan fakta untuk dirinya sendiri,dank arena itu penting untuk mendorong berpikir intuitif pada peserta didik.
2. Dinamika interaksi antara tugas,pendidik,dan peserta didik.
Karakteristik peran fasilitator dalam sudut pandang konstruktivistik sosial adalah bahwa pendidik dan peserta didik terlibat secara sama dalam kegiatan belajar. Ini berarti bahwa pengalaman belajar adalah bersifat subjektif dan objektif serta mempersyaratkan bahwa kebudayaan ,nilai dan latar belakang pendidik menjadi bagian penting dari jawaban antara peserta didik dan tugas dalam membentuk makna.
d. Kolaborasi antar peserta didik
1. Belajar sambil mengajar
Peserta didik dengan perbedaan keterampilan dan latar belakang hendaknya berkolaborasi dalam melaksanakan tugas dan diskusi dalam rangka memperoleh pemahaman tentang kebenaran. Model konstruktivistik sosial menekankan pentingnya kolaborasi diantara peserta didik,dan berbeda dengan pendekatan pembelajaran tradisional yang bersifat kompetitif.
2. Pentingnya konteks
Paradigma konstruktivistik sosial memandang konteks yang menjadikan belajar sebagai pusat belajar. Pengetahuan yang tidak sesuai dengan konteks tidak memberikan keterampilan kepada peserta didik untuk menerapkan pemahamannya pada tugas-tugas yang bersifat autentik. Konstruktivistik soisal  menyatakan bahwa belajar autentik itu terjadi apabila peserta didik menjadi bagian dari kegiatan yang secara langsung berkaitan dengan penerapan belajar dan terjadi di dalam kebudayaan yang sama dengan lingkungan yang diterapkan.



e. Asesmen
Holt dan Willard-Holt (2000) menekankan konsep asesmen dinamik,yakni cara menilai potensi peserta didik yang berbeda dari penilaian konvensial. Asesmen dipandang sebagai proses dua jalan yang melibatkan interaksi antara pendidik dan peserta didik. Peranan asesor adalah berdialog dengan peserta didik untuk memperoleh kinerja atas tugas tertentu dan berbagai dengan peserta didik untuk memperbaiki kinerjanya.

f. Pemilihan,cakupan,dan urutan materi pembelajaran
1. pengetahuan dipandang sebagai keseluruhan yang terpadu
Pengetahuan tidak dibagi menjadi materi belajar yang berbeda, namun hendaknya dipandang sebagai keseluruhan yang terpadu. Hal ini juga mendasari dalam konteks belajar,
2. Keterlibatan peserta didik
Peserta didik hendaknya diberikan berbagai tugas yang mengacu pada keterampilan dan pengetahuan di luar tingkat penguasaan yang telah dimiliki.
3.Struktur proses belajar
Struktur proses belajar adalah penting untuk memperoleh keseimbangan antara derajat kestrukturan dan fleksibilitas proses belajar. Savery (1994) menyatakan bahwa semakin terstruktrur lingkungan belajar, semakin tidak mampu peserta didik membangun makna berdasarkan pemahaman konseptualnya.
3.       Pendekatan pembelajaran
Pendekatan konstruktivistik menekankan pembelajaran dari atas ke bawah (top-down instruction), dan bukan dari bawah ke atas ( bottom-up instruction). Pembelajaran dari atas ke bawah berarti peserta didik mulai memecahkan masalah yang kompleks kemudian menemukan ( dengan bantuan pendidik) ketrampilan dasar yang diperlukan.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam teori rekonstruksi disebut belajar generative    (generative learning). Asumsinya adalah bahwa semua kegiatan belajar adalah menemukan ( discovery ).
Pembelajaran yang sangat berpengaruh terhadap prinsip-prinsip konstruktivistik adalah diskaveri, penangkapan, dan belajar terbimbing ( assisted learning ) atau scaffolding.
Diskaveri ( discovery learning ). Belajar diskaveri pertama kali dikembangkan oleh  Jerome Bruner yang menekankan bahwa pembelajaran harus mampu mendorong peserta didik untuk mempelajari  apa yang telah dimiliki. Peserta didik belajar melalui keterlibatan aktif terhadap konsep dan peinsip-prinsip ,sedangkan pendidik mendorong peserta didik agar memiliki pengalaman dan melaksanakan eksperimen yang memungkinkan peserta didik menemukan prinsip-prinsip untuk dirinya sendiri.
Penangkapan ( reception learning ), Belajar penangkapan pertama kali dikembangkan oleh David Ausubel sebagai jawaban atas ketidak puasan model belajar diskaveri yang dikembangkan oleh Jerome Broner. Menurut Ausubel , peserta didik tidak selalu mengetahui apa yang penting atau relevan untuk dirinya sendiri sehingga mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang diajarkan di sekolah. Ausubel menggambarkan model pembelajaran ini dengan nama belajar penangkapan,para pakar teori belajar penangkapan menyatakan bahwa tugas pendidik adalah (a) menstrukturkan  situasi belajar, (b) memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan peserta didik, (c) menyajikan materi pembelajaran secara terorganisir yang dimulai dari gagasan umum menuju kepada gagasan rinci.
Walaupun peran pendidik sangat berbeda antara pendekatan belajar diskaveri dengan belajar penangkapan, namun keduanya memiliki beberapa kesamaan. Beberapa kesamaan itu antara lain :
·         Keduanya mementingkan keterlibatan aktif peserta didik di dalam proses belajar
·         Keduanya menekankan tentang cara-cara mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik dengan belajar baru
·         Keduanya menyatakan bahwa pengetahuan pada dasarnya terus-menerus berubah walaupun telah masuk di dalam pikiran seseorang
Inti pendekatan belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori,yakni pembelajaran sistematik yang direnanakan oleh pendidik mengenai informasi yang bermakna ( meaningful information .

Sumber :  Rifa’i RC,Ahmad, dkk.2009. Psikologi pendidikan.UNNES PRESS : Semarang.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar