3.TEORI BELAJAR HUMANISTIK, TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, DAN
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK.
TEORI
BELAJAR HUMANISTIK
A.
Akar
Gerakan Humanistik
Teori belajar dan pendidikan humanistik diawali oleh munculnya gerakan
para peserta didik pada tahun 1990an karena
mereka tidak menyukai terhadap proses
dan hasil pendidikan di Amerika Serikat yang telah mereka peroleh.Gerakan yang
disampaikan itu merupakan respon atas ketidakpuasan atas
kompetisi,tekanan,kehidupan yang selalu diawasi,dan ketidaksesuaian apa yang
mereka pelajari dengan apa yang mereka amati ketika belajar disekolah. Gerakan
itu dipelopori oleh Neill,John Holt,JonathanKozol,dan Paul Goodman. Gerakan itu
juga memunculkan nama-nama gerakan pendidikan baru dengan berbagai sebutan
seperti romantisme, sistem pendidikan alternatif,dan pendidikan humanistik.
Hasil belajar dalam pandangan humanistik adalah kemampuan peserta didik
mengambil tanggung jawab dalam menentukan apa yang dipelajari dan menjadi
individu yang mampu mengarahkan diri sendiri (self-directing ) dan mandiri (independent
). Disamping itu pendekatan humanistik memandang pentingnya penekanan pendidikan dibidang
kreativitas,minat terhadap seni, dan hasrat ingin tahu. Oleh karena itu
pendekatan humanistik kurang menekankan pada kurikulum standar, perencanaan
pembelajaran,ujian,sertifikasi pendidik,dan kewajiban hadir disekolah.
Pendidikan humanistik selalu memelihara kebebasan peserta didik untuk
tumbuh dan melindungi peserta didik dari tekanan keluarga dan masyarakat.
Demikian pula hasil belajar yang berkaitan dengan perkembangan social emosional
lebih penting dibandingkan dengan hasil pendidikan yang bersifat akademik. Oleh
karena itu apabila kondisi pendidikan itu dapat terjadi,maka peserta didik akan
menjadi pembelajaran searah (self-directed learners) dan proses
belajar akan menjadi sangat bermakna bagi peserta didik.
B. Pandangan Abraham Maslow
Abraham Maslow adalah tokoh gerakan psikologi humanistik di Amerika. Walaupun
memperoleh pendidikan di kalangan kaum behafioristik , Maslow mampu mengembangkan
pandangan yang komprehensif tentang
perilaku manusia. Kontribusi yang
diberikan Maslow adalah motivasi,aktualisasi diri,dan pengalaman puncak yang
memiliki dampak terhadap kegiatan belajar.
Maslow menyampaikan teori motivasi manusia berdasarkan pada hierarkhi
kebutuhan. Kebutuhan pada tingkat yang paling rendah adalah kebutuhan fisik (physiological needs ),seperti rasa lapar
dan haus,dan harus dipenuhi sebelum individu dapat memenuhi kebutuhan akan rasa
aman (safety needs). Kebutuhan yang ketiga
adalah kebutuhan menjadi milik dan dicintai (sense of belongingness and love ), kemudian kebutuhan penghargaan (esteem needs),yakni merasa bermanfaat
dan hidupnya berharga, dan akhirnya kebutuhan aktualisasi diri itu
termanifestasi didalam keinginan untuk memenuhi sendiri (self-fulfullment),untuk menjadi diri sendiri sesuai dengan potensi
yang dimiliki.
Dalam pandangan Maslow,tujuan pendidikan adalah aktualisasi diri,atau
membantu individu menjadi yang terbaik sehingga mereka mampu menjadi yang terbaik.
Pendidik hendaknya menjadikan kegiatan belajar itu berasal dari dalam diri
individu,yakni,belajar berada pada diri manusia pada umumnya ,dan,kedua,belajar
menjadi manusia tertentu. Proses pendidikan hendaknya memberikan pengalaman
puncak agar terjadi belajar dan pemahaman. Tujuan pendidikan disemua jenjang
hendaknya bersifat menemukan identitas dan kecakapan. Menemukan identitas diri
berarti menemukan karier diri sendiri.
C. Pandangan Carl Rogers
Dalam teori diri sendiri (self),
Rogers menyampaikan tiga unsur pokok pada diri individu,yaitu: (a)
organisme,yakni orang secara penuh ,(b) medan fenomena,yakni totalitas
pengalaman,dan (c) diri sendiri,yakni,bagian dari medan yang terdeferensiasi.
Diri sendiri memiliki karakteristik tertentu, mencakup upaya memperoleh
konsistensi,dan perubahan sebagai hasil dari kematangan dari belajar. Rogers
menyatakan adanya diri sendiri yang ideal dan diri sendiri yang nyata dimana
orang itu akan berada. Kesenjangan antara keduanya dapat menjadi stimulus
belajar dan potensi perilaku yang memunculkan tekanan tidak sehat.
Rogers
mendiskripsikan proses belajar yang terdiri atas dorongan kearah aktualisasi
diri secara penuh. Ada kontinum makna yang terdapat didalam belajar yang
berentangan dari hafalan yang tidak ada artinya dan tidak bermakna sampai pada
belajar eksperiental,bermakna, dan signifikan. Rogers menggambarkan kualitas
belajar eksperiental dalam mengembangkan individu yang berfungsi secara penuh
sebagai berikut :
a.
Keterlibatan personal, yakni aspek-aspek
kognitif dan afektif individu harus terlibat di dalam peristiwa belajar.
b.
Prakarsa diri, yakni menemukan kebutuhan yang
berasal dari dalam diri.
c.
Pervasif,yakni belajar memiliki dampak terhadap
perilaku,sikap,atau kepribadian diri.
d.
Evaluasi diri, yakni individu dapat mengevaluasi
diri jika pengalamannya memenuhi kebutuhannya
e.
Esensi adalah, makna,yakni apabila terjadi
belajar eksperiental,maknanya menjadi terpadu dengan pengalamannya secara
total.
D. Prinsip-prinsip Belajar
Ada beberapa asumsi yang mendasari pendekatan humanistik dalam
pendidikan. Pertama, peserta didik mempelajari apa yang mereka butuhkan dan
ingin diketahui. Kedua, belajar tentang cara-cara belajar adalah lebih penting
dibandingkan dengan memperoleh pengetahuan aktual. Ketiga, evaluasi yang
dilakukan oleh peserta didik sendiri adalah sangat bermanfaat dari
pekerjaannya. Keempat, perasaan adalah sama pentingnya dengan fakta,dan belajar
merasakan adalah sama pentingnya dengan belajar cara-cara berpikir.kelima,
belajar akan terjadi apabila peserta didik tidak merasakan adanya ancaman.
1.
Swa Arah (self-direction)
Prinsip swa arah menyatakan bahwa sekolah hendaknya memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk memutuskan bahan belajar yang ingin dipelajari.
Bahan belajar yang ingin dipelajari peserta didik adalah yang memenuhi
kebutuhan,keinginan,hasrat ingin tahu,dan fantasinya. Prinsip ini lebih
menekankan pada motivasi intrinsic,dorongan dari dalam untuk bereksplorasi,dan
hasrat ingin tahu yang timbul dari dalam diri sendiri.
2.
Belajar tentang Cara-cara Belajar (learning how to learn)
Prinsip kedua dalam humanistik adalah bahwa sekolah hendaknya
menghasilkan anak-anak yang secara terus-menerus menumbuhkan keinginannya untuk
belajar dan mengetahui cara-cara belajar. Pengetahuan anak yang diperoleh dari
orang lain adalah kurang berharga. Bagi anak-anak,apa yang dipelajari tidak
membuat kenyataan itu berbeda,selama anak-anak itu ingin mempelajarinya.Tugas
sekolah adalah membuat anak ingin belajar dengan tujuan yang eksplesit.Para
pendidik humanistic memiliki keyakinan bahwa tujuan akhir pendidikan adalah
mengubah batas-batas yang menjadi pendorong individu untuk mendidik diri
sendri.
2.
Evaluasi Diri ( self-evaluation)
Prinsip ini menyatakan bahwa evaluasi diri adalah sangat diharapkan oleh
peserta didik. Evaluasi diri merupakan persyaratan bagi perkembangan
kemandirian peserta didik. Evaluasi yang dilakukan oleh sekolah atau pendidik
yang diakhiri dengan kenaikan kelas dan kelulusan dipandang sebagai tindaakan
yang mengganggu aktivitas belajar peserta didik.
3.
Pentingnya perasaan ( important of feelings)
Pendekatan humanistik tidak
membedakan domain kognitif dan afektif dalam belajar,dalam arti kedua domain
itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.dalam praktik
pembelajaran ada kecenderungan pendidik lebih terkonsentrasi pada domain
kognitif dan melupakan domain afektif. Dalam pandangan humanistik, domain
afektif sama pentingnya dengan domain kognitif, sehingga keduanya tidak boleh
dipisahkan.
4.
Bebas dari ancaman (freedom of threat)
Belajar akan lenbih mudah,lebih bermakna, dan lebih diperkuat apabila
belajar itu terjadi dalam suasana yang bebas dari ancaman. Pendidikan yang
berlangsung selama ini dipandang pleh para pakar humanistik sebagai tempat yang
tidak menghargai peserta didik,menjijikkan,membuat malu peserta
didik,dan mengancam identitas social peserta didik.Persoalan utamanya adalah
peserta didik selalu dikendalikan dan dievaluasi oleh sekolah dan
pendidik,mereka tidak memiliki pilihan untuk memilih bahan belajar,dan tidak
ada kesempatan memiliki kegiatan belajar dengan gaya belajarnya sendiri.
Berbagai persoalan itu akan menjadi ancaman pembelajaran yang pada gilirannya
akan mengganggu belajarnya.
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
A. Pandangan tentang Belajar
Belajar merupakan proses perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang
dimaksud dapat berwujud perubahan perilaku yang tampak (over behavior) atau perilaku yang tidak tampak (innert behavior). Perilaku yang
tampak,misalnya:menulis,memukul,menendang,sedangkan perilaku yang tidak tampak,
misalnya: berfikir,bernalar,dan berkhayal. Perubahan perilaku yang diperoleh
dari hasil belajar bersifat permanen;dalam arti bahwa perubahan perilaku akan
bertahan dalam waktu relative lama,sehingga pada perubahan perilaku akan
bertahan dalam waktu relative lama,sehingga pada suatu waktu perilaku tersebut
dapat digunakan untuk merespon stimulus yang sama.
Aspek penting yang dikemukakan oleh aliran behavioristik dalam belajar
adalah hasil belajar (perubahan perilaku) itu tidak disebabkan oleh kemampuan
internal manusia(insight),tetapi
karena faktor stimulus yang menimbulkan respons.untuk itu, agar aktivitas
belajar siswa di kelas dapat mencapai hasil belajar yang optimal,maka stimulus
harus dirancang sedemikian rupa(menarik dan spesifik) sehingga mudah direspons
oleh siswa.oleh karena itu siswa akan memperoleh hasil belajar, apabila dapat
mencari hubungan antara stimulus (S) dan respons (R) tersebut.
B. Teori Belajar Classical Conditioning
Teori belajar classical conditioning dikembangkan oleh Ivan Pavlov
(1849-1936) seorang psikolog rusia. Pavlov mempelajari bagaimana anjing
percobaannya menjadi terkondisi untuk berliur walau tanpa diberi
makanan.sebagai binatang percobaan,anjing dioperasi kelenjar air liurnya,
sehingga bila anjing mengeluarkan air liurnya,air liur tersebut dapat
diobservasi. Menurut Pavlov,apabila anjing melihat air liur karena
makanan,respons ini bersifat alamiah.disebut rspon alami karena respons itu
tidak berkondisi (unconditioned response)
dan stimulusnya juga disebut stimulus alamiI.
C. Teori Operant Conditioning
Teori operant conditioning dikembangkan oleh Burr Federic
Skinner(1904-1990). Skinner memandang
manusia sebagai mesin. Seperti mesin lainnya, manusia bertindak secara teratur
dan dapat diramalkan responsnya terhadap stimulus yang dating dari luar. Dalam
mengkaji tentang belajar ,Skinner memiliki pandangan yang berbeda dengan
Pavlov.
Pavlov mempelajari tentang classical conditioning yang berkaitan
dengan gerak refleks,sedangkan Skinner mempelajari gerak non refleks atau perilaku yang disengaja.
D. Modeling dan Observationnal Learning
Menurut Bandura, teori belajar operant
conditioning yang dikembangkan oleh Skinner menekankan pada efek dari konsekuensi perilaku,dan tidak
memandang pentingnya modeling,yakni meniru perilaku orang lain dan pengalaman
yang dialami oleh orang lain,atau meniru keberhasilan atau kegagalan dari orang
lain. Dinyatakan pula bahwa belajar pada diri individu tidak dibentuk oleh
konsekuensi atas perilaku yang ditampilkan, tetapi belajar secara langsung dari
model. Bandura mengembangkan empat tahap melalui pengamatan atau
modeling,yaitu:perhatian,retensi,reproduksi,motivasional.
·
Tahap
pertama,individu memperhatikan model yang menarik,berhasil,atraktif dan
popular.
·
Tahap
retensi, guru telah memperoleh perhatian dari siswa,guru memodelkan
perilaku yang akan ditiru oleh siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mempraktikannya.
·
Tahap
reproduksi, siswa mencoba menyesuaikan diri dengan perilaku model.
·
Tahap
motivasional,siswa akan menirukan model karena merasakan bahwa melakukan
yang baik akan meningkatkan kesempatan untuk memperoleh penguatan.
E. Teori Koneksionisme
Edward Thorndike mengembangkan teori koneksionisme di Amerika
Serikat(1874-1949). Menurut Thorndike,koneksi(connection) merupakan asosiasi antara kesan-kesan penginderaan
dengan dorongan untuk bertindak,yakni upaya untuk menggabungkan antara kejadian
penginderaan dengan perilaku. Dalam hal ini Thorndike menitik beratkan pada
aspek fungsional dan perilaku,yaitu bahwa proses mental dan perilaku orgasme
berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
F. Teori Belajar Conditioning
Guthrine adalah seorang behaviorisme, yang hidup pada tahun 1886-1959. Ia
menyatakan bahwa semua belajar dapat diterangkan dengan satu prinsip,yaitu
prinsip asosiasi. Belajar merupakan satu upaya untuk menentukan hokum-hukum,bagaimana
stimulus dan respons itu membentuk asosiasi (dalam otak),maka kedua kejadian
itu harus terjadi pada waktu dan tempat yang kira-kira sama ( memiliki
keterdekatan ) .
individu akan
merespons stimulus yang dating dari luar,apabila stimulus tersebut memiliki
asosiasi dengan responsnya.ini terjadi karena individu tidak mampu untuk
menghadapi banyaknya stimulus yang dating kepadanya.
Pendapat Guthrie yang menyatakan bahwa respons dapat menimbulkan stimuli
untuk respons berikutnya,sangat populer dikalangan para ahli psikologi belajar.
Menurut Guthrie, perilaku manusia merupakan deretan perilaku yang terdiri atas
unit-unit reaksi atau respons dari stimulus sebelumnya. Respons pada suatu
stimulus tersebut menjadi stimulus baru dan menimbulkan respons pada unit
perilaku berikutnya. Dengan kata lain,stimulus memperoleh respons, kemudian
respons tersebut menjadi stimulus baru dan memperoleh respons baru, begitu
seterusnya. Deretan dari stimulus-respons itu merupakan perwujudan dari
unit-unit perilaku yang pada akhirnya menjadi urutan unit-unit perilaku. Untuk
memperkuat asosiasi antara unit perilaku satu dengan unit perilaku berikutnya,
diperlukan latihan atau pengulangan, agar tidak terjadi kehilangan mata rantai
suatu unit perilaku dalam deretan perilaku.
G. Prinsip-Prinsip Belajar
1. Penguatan ( reinforcement )
Eksperimen yang dilakukan Skinner
dengan menggunakan tikus atau burung merpati , melahirkan
prinsip-prinsip belajar. Sebagai seorang behaviorisme , Skinner menyatakan
bahwa, perilaku akan berubah sesui dengan konsekuensi yang diperolehnya.
Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku dan konsekuensi yang
tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku.
2. Hukuman ( punishment )
Skinner menyatakan bahwa hadiah (reward)
lebih efektif dari pada hukuman (punishment)
Dalam kegiatan belajar , pemberian hadiah lebih efektif dalam mengubah
perilaku seseorang dari pada hukuman. Oleh karena itu memberikan hukuman untuk
memperlemah perilaku hendaknya diterapkan secara bijak. Hukuman yang diberikan
oleh seorang guru sebetulnya tidak akan menghilangkan perilaku, karena hukuman
hanya dapat melatih seseorang berbuat tentang apa yang tidak boleh
dilakukan,dan tidak melatih seseorang apa yang harus dilakukan. Hukuman dapat
menyebabkan seseorang mengaitkan hukuman dengan orang yang menghukum,bukan
dengan perilakunya. Banyak orang tua,guru atau hakim memiliki pandangan yang
salah tentang hukuman.
3. Kesegaran pemberian penguatan
Penguatan yang diberikan segera setelah perilaku muncul,akan menimbulkan
efek terhadap perilaku yang jauh lebih baik, dibandingkan dengan pemberian
penguatan yang diulur-ulur waktunya. Kedekatan pemberian penguatan ini
merupakan bentuk balikan segera yang dapat menimbulkan kepuasan kepada setiap
orang setelah berhasil melaksanakan tugas. Balikan segera yang diberikan kepada
seseorang setidak-tidaknya memiliki dua tujuan,yaitu : (a) dapat membuat
kejelasan hubungan antara perilaku dengan konsekuensi,dan (b) dapat
meningkatkan nilai informasi terhadap Balkan itu sendiri.
4. Jadual pemberian penguatan ( schedule
of reinforcement )
Penguatan dapat diberikan scara terus-menerus atau berantara. Jika setiap
respons diikuti dengan penguatan,maka tindakan ini dinamakan pemberian
penguatan secara terus-menerus. Sebaliknya, jika sebagian respons yang
mendapatkan penguatan, maka tindakan ini dinamakan pemberian penguatan secara
berantara ( intermittent reinforcement
). Variasi lain dari jadual pemberian penguatan yang dilakukan oleh guru dapat
berbentuk perbandingan tetap (fixed-ratio)
atau jarak waktu berubah ( variable-interval).
5.
Peranan stimulus terhadap perilaku
Penguatan yang diberikan setelah munculnya suatu perilaku sangat
berpengaruh terhadap perilaku. Demikian pula stimulus yang mendahului
perilaku,disebut juga anteseden perilaku, memegang peranan penting. Ada
beberapa stimulus yang mempengaruhi perilaku,yaitu:petunjuk,diskriminasi,dan
generalisasi.
·
Petunjuk , Petunjuk dinamakan stimulus anteseden
karena akan memberikan informasi kepada setiap orang mengenai perilaku apa yang
akan memperoleh hadiah dan perilaku apa yang akan mendapat hukuman.
·
Diskriminasi, Setiap individu telah belajar
membedakan tentang kapan sebaliknya mengajukan pertanyaan, dan kapan menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh guru. Diskriminasi dilakukan dengan cara
menggunakan petunjuk tanda,atau informasi untuk mengetahui kapan suatu perilaku
akan memperoleh penguatan.
·
Generalisasi , Generalisasi pada setiap orang
tidak dapat berlangsung begitu saja.agar generalisasi itu terjadi pada individu
,maka generalisasi itu harus direncanakan.
TEORI BELAJAR KONTRUKTIVISTIK
A. Pembelajaran Konstruktivistik
1.
Pengertian
Konstruktivistik merupakan teori psikologi tentang pengetahuan yang
menyatakan bahwa manusia membangun dan memaknai pengetahuan dari pengalamannya
sendiri. Teori ini dikembangkan oleh Seymour Papert. Pada mulanya pandangan
konstruktivistik kurang memperoleh perhatian,karena adanya persepsi bahwa anak
yang sedang bermain dipandang tidak memiliki tujuan apapun. Piaget tidak
percaya akan pandangan tersebut, dan memandangnya bahwa bermain adalah penting
dan menjadi bagian penting dari perkembangan anak. Dewasa ini teori
konstruktivistik berpengaruh sangat luas dalam pendidikan modern.Esensi
pembelajaran konstruktivistik adalah peserta didik secara individu menemukan
dan mentransfer informasi yang kompleks apabila menghendaki informasi itu
menjadi miliknya.
Pembentukan teori konstruktivistik pada umumnya dikaitkan dengan Jean
Piaget, yang mengartikulasikan mekanisme internalisasi pengetahuan pada peserta
didik. Penting untuk diperhatikan bahwa konstruktivistik merupakan teori yang
menggambarkan bagaimana belajar itu terjaadi pada individu,berkenaan dengan
apakah peserta didik itu menggunakan pengalamannya untuk memahami pelajaran
atau mengikuti pembelajaran dalam membuat suatu model. Dalam hal ini, teori
konstruktivistik menyatakan bahwa peserta didik membangun pengetahuan diluar
pengalamannya. Konstruktivistik seringkali dikaitkan dengan pendekatan
pendidikan yang meningkatkan kegiatan belajar aktif atau kegiatan belajar
sambil belajar
2.
Asumsi Pembelajaran
A.
Hakikat peserta didik
1.
Peserta didik adalah individu yang bersifat unik
Konstruktivisme sosial memandang setiap peserta didik sebagai individu
yang bersifat unik,dan mereka memiliki latar belakang dan kebutuhan yang unik
pula.peserta didik juga dipandang sebagai individu yang kompleks dan
multidimensional.
2.
Latar belakang dan kebudayaan peserta didik
Konstruktivistiksosial mendorong peserta didik menghadirkan versi
kebenarannya sendiri,dan hal ini karena dipengaruhi oleh latar
belakang,kebudayaan atau pandangan tentang dunianya sendiri. Sistem simbolik
dan perkembangan historic,seperti bahasa,logika,dan system matematika,semuanya
diwarisi oleh peserta didik sebagai anggota kebudayaan dan dipelajari melalui
kehidupan peserta didik.
3.
Tanggung jawab belajar
Peserta didik dalam proses pembelajaran perlu didorong untuk memiliki
tanggung jawab elajarnya sendiri. Oleh karena itu konstruktivistik sosial
menekankan pentingnya peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Von Glaserfeld (1989) menyatakan tentang pentingnya peserta didik membantu
pemahamannya sendiri dan tidak sekedar merefleksikan bahan belajar yang telah
mereka pelajari.
4.
Motivasi belajar
Motivasi belajar adalah tergantung pada keyakinan peserta didik terhadap
potensi belajarnya. Perasaan mampu dan
keyakinan akan potensinya dalam memecahkan masalah baru, diperoleh dari
pengalaman penguasaan masalah masa lalu dan lebih banyak diperkuat dibandingkan
dengan motivasi dan pengakuan dari luar.
B.
Peranan pendidik
sesuai dengan pendekatan konstruktivistik, pendidik harus menyesuaikan
diri dengan peserta didik dengan peran sebagai fasilitator dan bukan sebagain
pendidik. Tugas pendidik adalah
berceramah tentang pelajaran yang diajarkan,sedangkan tugas fasilitator adalah
membantu peserta didik memperoleh pemahaman tentang isi pelajaran. Apabila
pendidik itu sebagai pendidik,maka peserta didik memainkan peran
pasif,sedangkan jika sebagai fasilitator, peserta didik memainkan proses aktif
dalam proses belajar.
C.
Hakekat Proses belajar
1. Belajar
merupakan proses sosial dan aktif
Pandangan pakar
konstruktivistik social memandang belajar sebagai proses aktif dimana peserta
didik belajar menemukan prinsip,konsep,dan fakta untuk dirinya sendiri,dank
arena itu penting untuk mendorong berpikir intuitif pada peserta didik.
2. Dinamika
interaksi antara tugas,pendidik,dan peserta didik.
Karakteristik
peran fasilitator dalam sudut pandang konstruktivistik sosial adalah bahwa
pendidik dan peserta didik terlibat secara sama dalam kegiatan belajar. Ini
berarti bahwa pengalaman belajar adalah bersifat subjektif dan objektif serta
mempersyaratkan bahwa kebudayaan ,nilai dan latar belakang pendidik menjadi
bagian penting dari jawaban antara peserta didik dan tugas dalam membentuk
makna.
d. Kolaborasi
antar peserta didik
1. Belajar
sambil mengajar
Peserta didik
dengan perbedaan keterampilan dan latar belakang hendaknya berkolaborasi dalam
melaksanakan tugas dan diskusi dalam rangka memperoleh pemahaman tentang
kebenaran. Model konstruktivistik sosial menekankan pentingnya kolaborasi
diantara peserta didik,dan berbeda dengan pendekatan pembelajaran tradisional
yang bersifat kompetitif.
2. Pentingnya
konteks
Paradigma
konstruktivistik sosial memandang konteks yang menjadikan belajar sebagai pusat
belajar. Pengetahuan yang tidak sesuai dengan konteks tidak memberikan
keterampilan kepada peserta didik untuk menerapkan pemahamannya pada
tugas-tugas yang bersifat autentik. Konstruktivistik soisal menyatakan bahwa belajar autentik itu terjadi
apabila peserta didik menjadi bagian dari kegiatan yang secara langsung
berkaitan dengan penerapan belajar dan terjadi di dalam kebudayaan yang sama
dengan lingkungan yang diterapkan.
e. Asesmen
Holt dan
Willard-Holt (2000) menekankan konsep asesmen dinamik,yakni cara menilai
potensi peserta didik yang berbeda dari penilaian konvensial. Asesmen dipandang
sebagai proses dua jalan yang melibatkan interaksi antara pendidik dan peserta
didik. Peranan asesor adalah berdialog dengan peserta didik untuk memperoleh
kinerja atas tugas tertentu dan berbagai dengan peserta didik untuk memperbaiki
kinerjanya.
f.
Pemilihan,cakupan,dan urutan materi pembelajaran
1. pengetahuan
dipandang sebagai keseluruhan yang terpadu
Pengetahuan
tidak dibagi menjadi materi belajar yang berbeda, namun hendaknya dipandang
sebagai keseluruhan yang terpadu. Hal ini juga mendasari dalam konteks belajar,
2. Keterlibatan
peserta didik
Peserta didik
hendaknya diberikan berbagai tugas yang mengacu pada keterampilan dan
pengetahuan di luar tingkat penguasaan yang telah dimiliki.
3.Struktur
proses belajar
Struktur proses
belajar adalah penting untuk memperoleh keseimbangan antara derajat
kestrukturan dan fleksibilitas proses belajar. Savery (1994) menyatakan bahwa
semakin terstruktrur lingkungan belajar, semakin tidak mampu peserta didik
membangun makna berdasarkan pemahaman konseptualnya.
3.
Pendekatan
pembelajaran
Pendekatan konstruktivistik menekankan pembelajaran dari atas ke bawah (top-down instruction), dan bukan dari
bawah ke atas ( bottom-up instruction).
Pembelajaran dari atas ke bawah berarti peserta didik mulai memecahkan masalah
yang kompleks kemudian menemukan ( dengan bantuan pendidik) ketrampilan dasar
yang diperlukan.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam teori rekonstruksi disebut
belajar generative (generative learning). Asumsinya adalah
bahwa semua kegiatan belajar adalah menemukan ( discovery ).
Pembelajaran yang sangat berpengaruh terhadap prinsip-prinsip konstruktivistik
adalah diskaveri, penangkapan, dan belajar terbimbing ( assisted learning ) atau scaffolding.
Diskaveri ( discovery learning ). Belajar
diskaveri pertama kali dikembangkan oleh
Jerome Bruner yang menekankan bahwa pembelajaran harus mampu mendorong
peserta didik untuk mempelajari apa yang
telah dimiliki. Peserta didik belajar melalui keterlibatan aktif terhadap
konsep dan peinsip-prinsip ,sedangkan pendidik mendorong peserta didik agar
memiliki pengalaman dan melaksanakan eksperimen yang memungkinkan peserta didik
menemukan prinsip-prinsip untuk dirinya sendiri.
Penangkapan ( reception learning
), Belajar penangkapan pertama kali dikembangkan oleh David Ausubel sebagai
jawaban atas ketidak puasan model belajar diskaveri yang dikembangkan oleh Jerome
Broner. Menurut Ausubel , peserta didik tidak selalu mengetahui apa yang
penting atau relevan untuk dirinya sendiri sehingga mereka memerlukan motivasi
eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang diajarkan
di sekolah. Ausubel menggambarkan model pembelajaran ini dengan nama belajar
penangkapan,para pakar teori belajar penangkapan menyatakan bahwa tugas
pendidik adalah (a) menstrukturkan
situasi belajar, (b) memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan
peserta didik, (c) menyajikan materi pembelajaran secara terorganisir yang
dimulai dari gagasan umum menuju kepada gagasan rinci.
Walaupun peran pendidik sangat berbeda antara pendekatan belajar
diskaveri dengan belajar penangkapan, namun keduanya memiliki beberapa
kesamaan. Beberapa kesamaan itu antara lain :
·
Keduanya mementingkan keterlibatan aktif peserta
didik di dalam proses belajar
·
Keduanya menekankan tentang cara-cara mengaitkan
pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik dengan belajar baru
·
Keduanya menyatakan bahwa pengetahuan pada
dasarnya terus-menerus berubah walaupun telah masuk di dalam pikiran seseorang
Inti pendekatan belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori,yakni
pembelajaran sistematik yang direnanakan oleh pendidik mengenai informasi yang
bermakna ( meaningful information .
Sumber :
Rifa’i RC,Ahmad, dkk.2009.
Psikologi pendidikan.UNNES PRESS :
Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar